DiLLO Warung Cyber Net

ShoutMix chat widget

Menghadapi anak Rewel

Selasa, 27 Oktober 2009

BUAH hati Anda kerap rewel bila keinginannya tak terpenuhi? Ini bukanlah gejala negatif. Justru inilah caranya menyampaikan keinginan.

Sikapi dengan bijak tanpa harus menuruti segala keinginannya. Zahra Salita anak perempuan usia 2,5 tahun, dia sehat dengan perkembangan normal untuk anak seusianya. Yang membedakan dengan teman seusianya adalah sikapnya yang agak rewel dan temperamen.

Bocah ini mudah sekali menangis, marah, dan teriak-teriak bila keinginannya yang tidak terpenuhi. Sang ayah cenderung menyikapinya dengan mengikuti kemauan buah hatinya.

Pertemuannya yang jarang dengan Zahra membuatnya memilih menurut saja apa maunya. Berbeda dengan sang bunda. Kesibukan yang melilitnya membuat ia sering tak sabar menghadapi sikap Zahra. Ujungnya bila sudah kesal, ia tak jarang mencubit buah hatinya.

"Kadang-kadang pusing juga kalau dengar Zahra terusterusan rewel, ya menangislah, ngerengek ini itulah, kadang kalau lagi gak bisa nahan emosi, saya cubit aja karena kesal. Tapi sesudahnya, tentu saja saya merasa menyesal," papar sang bunda, Lutfia Suyono (27).

Nah, sebenarnya bagaimana sikap yang bijak menghadapi anak yang rewel? Pakar emotional intelligence dari Radani Edutainment, Hanny Muchtar Darta, Certified EI, PSYCH-K, SET, mengatakan, anak memiliki lima area pada pertumbuhan anak, yaitu sehat, merasa nyaman, ceria, kuat, dan cerdas emosi maupun intelektualnya.

"Adalah dambaan semua orangtua yang menginginkan anaknya tumbuh sehat, merasa nyaman, ceria, kuat, dan cerdas emosi maupun intelektualnya," ujar Hanny yang juga menjabat sebagai ketua dari Radani Edutainment dan El Center, lembaga yang fokus usaha pada kegiatan yang menstimulasi kecerdasan dan kesehatan anak dan keluarga.

Hanny menuturkan, untuk perkembangan fisik sudah jelas hasilnya dari perkembangan berat badan, tinggi badan, kuat daya tahan dan lain-lainnya. Dan untuk ukuran kecerdasan, terutama intelektual juga mudah terlihat dan terasa perkembangannya. Namun, agar anak tumbuh di area yang tiga lagi, yaitu merasa nyaman, ceria, dan kuat biasanya agak banyak tantangannya karena belum banyak orangtua yang memahami pendekatan terbaik.

"Maklum, kan tidak ada sekolah untuk menjadi orangtua," tandas ibu dua anak ini.

Nah biasanya, untuk anak rewel atau bahkan bisa juga sampai temper tantrum (suatu letupan amarah anak saat anak menunjukkan kemandirian dengan sikap negatifnya). Karena ketiga area pertumbuhan lainnya tadi belum terstimulasi dengan baik, anak merasa tidak nyaman, jadi tidak ceria, tidak kuat mentalnya, dan belum cerdas secara emosional.

"Hal-hal tersebut terjadi karena belum adanya keseimbangan di antara lima area perkembangan dan pertumbuhan anak," ucap wanita yang mengambil pendidikan di Emotional Intelligence Six Seconds USA tahun 2004 dan 2005.

Tentunya orangtua sebagai orang terdekat yang mengasuh anak sebagai salah satu faktor penyebab yang bisa menyebabkan anak seperti itu. Karenanya, ketika anak rewel sampai terjadi temper tantrum, banyak orangtua mengeluh dan menangani anak dengan cara yang sama saja. Misalnya anak menangis, maka orangtua dengan mudahnya memberi apa saja yang diminta anak, atau bisa juga dengan ancaman atau ditakut-takuti karena orangtua merasa pendekatan tersebut sangat efektif.

"Ya benar sekali memang efektif, tetapi efektif hanya untuk jangka pendek. Biasanya kebiasaan itu akan berulang jika sumber utamanya belum ditangani dengan baik," tuturnya.

Masih dikatakan Hanny, anak rewel atau tantrum sebenarnya tidaklah mengkhawatirkan. Sikap rewel menunjukkan perkembangan normal bagi anak, dalam arti dia sudah mempunyai keinginan,tetapi dalam hal lain dia juga masih memiliki keterbatasan dalam hal berkomunikasi verbal. Nah, sebaiknya orangtua bersyukur ketika anaknya mempunyai keinginan, tetapi sulit menyampaikan dan setelah sulit untuk menyampaikan dengan baik, malah dimarahi juga.

"Jika anak tak mempunyai keinginan, yang ada adalah terhambatnya perkembangan anak. Bukankah lebih bagus anak mempunyai keinginan daripada tidak," kata pakar yang mengambil pendidikan di Psychology Kinnesiolgy (PSYCH-K) Anaheim California dan Miami-Florida tahun 2006 dan 2007.

Penyebab lainnya juga bisa karena orangtua yang selalu merasa khawatir, penuh ketakutan dan terlalu protektif sehingga apa yang dirasakan orangtua tersampaikan juga kepada anak sehingga anak merasa tidak nyaman. Hal lainnya juga mereka meniru perilaku orangtua yang mudah marah, mudah teriak, dan berbicara kasar.

"Yang terpenting, sebagai orangtua kita harus berusaha untuk menghindari agar kerewelan anak atau temper tantrum anak tidak menjadi kebiasaan atau digunakan sebagai alat agar keinginannya terpenuhi," sarannya.

0 komentar:

Posting Komentar